Cirebon, 4 September 2025,- Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto menutup rangkaian Temu Inklusi 6 yang berlangsung sejak 2-4 September di Desa Durajaya, Greged Kabupaten Cirebon. Pada sambutannya, Bima Arya menegaskan apa yang ada di Temu Inklusi merupakan bagian dari amanat konstitusi dan panggilan nurani, bahwa jangan ada satupun yang tertinggal dari proses pembangunan di Indonesia. Difabel merupakan subyek yang bisa berkontribusi dalam membangun Indonesia yang lebih inklusif.
“Saya mengapresiasi, format acara dan betul-betul dilakukan dengan cara substantif, jauh dari seremoni dan pemborosan. Tapi langsung memanggungkan difabel untuk mengarusutamakan isu difabel,” tandasnya.
Bima Arya juga menekankan berbagai praktik baik di berbagai daerah perlu diwadahi forum terbuka seperti Temu Inklusi. Forum-forum seperti Temu Inklusi layak untuk direplikasi oleh Pemerintah Daerah, bahkan ketika membuat perencanaan dan penganggaran lintas sektor. Menurutnya pelibatan difabel dalam berbagai perencanaan dan pembangunan sangat penting, selain mendorong pemberdayaan bagi difabel tapi juga sebagai sumber informasi yang secara langsung mengetahui dan pelaku sekaligus yang merasakan manfaat dari proses yang dilakukan.
“Berkolaborasi, bersinergi dengan pemerintah, untuk melakukan pembangunan dengan prinsip kesetaraan. Saya bilang begini, karena masih banyak kepala daerah yang belum paham isu ini. Tantangannya tidak mudah,” tuturnya.
Bima Arya melanjutkan, ada beberapa poin catatan penting yang selama ini masih menjadi tantangan. Pertama, perencanaan dan anggara, utamanya di RPJMD dan RKPD yang belum secara sistematis dan berkelanjutan mengarusutamakan isu difabel. Kedua, pendataan yang belum merata yang juga semestinya melibatkan organisasi difabel. Ketiga, aksesibilitas yang juga belum merata. Keempat, lapangan pekerjaan masih sebatas menggugurkan kewajiban 2%, namun belum memastikan akomodasi dan pelatihan yang sesuai. Kelima, partisipasi difabel dalam proses perencanaan belum secara bermakna dilibatkan yang semestinya bisa dimaksimalkan melalui musrembang.
“Saya juga akan menginstruksikan ke Disdukcapil terkait pendataan. Dan saya minta seluruh kepala daerah untuk menseriusi pengarusutamaan isu difabel. Merespon tantangan-tantangan tadi agar tidak hanya formalitas saja,” imbuhnya.
Temu Inklusi ke 6 tahun 2025 menghasilkan 13 sektor rekomendasi yang disampaikan secara langsung kepada pemerintah yang hadir di sesi akhir Temu Inklusi. 13 Sektor rekomendasi merupakan aspirasi yang dikumpulkan dari rangkaian 13 diskusi tematik dan 2 seminar nasional sebagai bagian dari rangkaian Temu Inklusi.
Joni Yulianto selaku direktur Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia sekaligus Penanggung Jawab Temu Inklusi 6 menjelaskan, event 2 tahunan dan rekomendasi didalamnya ini bukan sekadar seremoni dan charity, tetapi menjadi agenda pembangunan bersama.
“Harapannya, 13 sektor rekomendasi menjadi agenda prioritas untuk kemudian kita diskusikan lagi di 2 tahun mendatang,” jelasnya.
Joni juga menegaskan, Temu Inklusi bukan hanya sekadar mendiskusikan wacana, melainkan ruang interaksi riil, dimana 600 lebih difabel dari 24 Provinsi tinggal bersama dengan masyarakat desa untuk belajar membangun desa yang inklusif, lingkungan yang aksesibel, interaksi yang setara.
“Bukan hanya dalam ruang-ruang workshop semata, tapi dalam interaksi riil dalam 3 hari kebersamaan di Temu Inklusi 6,” tandasnya.[]





