Seorang ABK dan Guru Pendamping Khusus sedang memainkan wayang

RILIS: Mengurai Tantangan Pendidikan Inklusif dan Peran ULD Pendidikan

Bagikan :

Temu Inklusi,- Pendidikan inklusif di Indonesia masih menghadapi tantangan serius dan berlapis. Banyak peserta didik difabel belum mendapatkan hak belajarnya secara penuh akibat minimnya fasilitas aksesibel, keterbatasan alat bantu, serta belum optimalnya tenaga pendidik yang mampu mengakomodasi kebutuhan mereka. Peran Guru Pendamping Khusus (GPK) juga belum dimaksimalkan karena minimnya insentif, pelatihan, dan penempatan yang belum sesuai kebutuhan.

Selain itu, Unit Layanan Disabilitas (ULD)—yang seharusnya menjadi simpul koordinasi layanan pendidikan inklusif—masih banyak yang belum berjalan efektif karena persoalan struktur, sumber daya, hingga keterbatasan kewenangan. Tantangan ini semakin kompleks dengan lemahnya kolaborasi lintas aktor, data yang belum terintegrasi, serta stigma dan penolakan dari lingkungan sekolah maupun masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Nunu Nurdyana, Sekretaris Yayasan Wahana Inklusif Indonesia yang menurutnya persoalan tersebut tidak hanya di tataran teknis, tapi juga di level kebijakan.

“Sehingga, ini perlu mapping bersama untuk menyusun strategi penguatan Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ini,” tandasnya, dalam kegiatan diskusi tematik ke 5 bagian dari rangkaian Temu Inklusi ke 6.

Persoalan tersebut juga diamini oleh beberapa institusi Pendidikan seperti ULD dan Dinas Pendidikan dalam diskusi yang bertajuk Peran Strategis ULD Pendidikan dalam Mewujudkan Kesetaraan Hak Pendidikan Penyandang Disabilitas, pada 22 Juli 2025 melalui daring. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Perkumpulan Penyandang Disabilitas Sleman (PPDiS) bersama Disability Rights Fund (DRF)/Disability Rights Advocacy Fund (DRAF), Wahana Inklusi Indonesia (WII), Aisyiyah, dan SIGAB Indonesia.

Diskusi ini bertujuan memperkuat fungsi ULD sebagai aktor kunci dalam percepatan sistem pendidikan yang inklusif, adaptif, dan adil bagi semua peserta didik, tanpa terkecuali. Melalui dialog multi-pihak, forum ini diharapkan menghasilkan rekomendasi konkret untuk mendorong kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan penyandang disabilitas di sektor pendidikan.

Di satu sisi, juga muncul berbagai inisiasi yang dilakukan oleh institusi Pendidikan tersebut. Nano Sutarno, Koordinator Pengawas Dinas Pendidikan Kab. Cirebon menjelaskan beberapa ikhtiar yang telah dilakukan seperti merevisi struktur keanggotaan ULD yang lebih representative, membuka komunikasi langsung maupun melalui jejaring sosial dengan sesama pemangku kepentingan, seperti Forum pertemuan Unsur ULD, komunikasi via media sosial WAG, menjalin kemitraan dengan organisasi/kelembagaan yang memiliki visi yang sama.

“Kami juga melakukan sutudi belajar ke daearah yang dianggap keberadaan ULD nya sudah efektif/lebih maju dan pelatihan atau bimbingan teknis terkait layanan Pendidikan Inklusif kepada Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah, dengan menggandeng kemitraan dengan Inovasi Jabar dan Wahana Inklusi Indonesia,” tuturnya.

Siti Romlah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Probolinggo juga menceritakan beberapa inisiatif yang dilakukan. Seperti pelaksanaan rehabilitasi ruang unit layanan disabilitas bidang pendidikan dan Pemenuhan sarana penunjang unit layanan disabilitas bidang pendidikan berupa alat terapi yang disesuaikan dengan kebutuhan ramah difabel dan melalui perubahan APBD tahun 2025.

“Ada juga kerjasama dengan himpunan psikologi Indonesia (Himpsi) kota Probolinggo, Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Kota Probolinggo, serta melakukan peningkatan referensi pada UPT layanan disabilitas ataupun ULD bidang pendidikan di daerah lain,” imbuhnya.

Prof. Munawir Yusuf, Kepala Pusat Studi Disabilitas LPPM Universitas Sebelas Maret Surakarta memberikan tanggapan 4 hal yakni organisasi, tugas dan fungsi, program kerja dan dukungan dan Guru Pendampung Khusus yang perlu didiskusikan secara terus-menerus. Menurutnya, keempat hal ini menjadi bagian dari tugas dan fungsi ULD.

“Sehingga ULD tidak hanya berfungsi sebagai penguatan saja. Ini memang luas,” tandasnya.

Selain itu, Prof, Munawir menambahkan fungsi ULD sebagai asesmen senter bagi ABK di Kabupaten/Kota, sebagaimana diatur dalam pasal 16 Peraturan Menteri No. 48 tahun 2023. Kemudian menjadi pusat layanan trasnsisi sebelum ke sekolah dan penugasan GPK di beberapa sekolah yang membutuhkan.[]

Terima kasih telah meramaikan event Temu Inklusi..

Copyright © 2025 Temu Inklusi.
All right reserved.