Kelompok difabel sedang berdiskusi

RILIS: 11 Indikator Kunci Membangun Desa Inklusif Difabel

Bagikan :

Temu Inklusi,- Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia mengembangkan 11 indikator dalam membangun desa inklusif difabel. Indikator tersebut dijelaskan dalam Diskusi Tematik ke 3 Temu Inklusi #6 dengan tajuk Indikator Desa Inklusif (IDI) sebagai bagian dari rangkaian Temu Inklusi #6 tahun 2025 di Cirebon.

Suharto, Ketua Dewan Pengurus SIGAB Indonesia menjelaskan indikator desa inklusi yang digagas sejak 2014 telah berkembang seiring dengan proses advokasi dan pendampingan yang dilakukan. Jika awalnya teridentifikasi 9 indikator, kini melalui dukungan program SOLIDER-INKLUSI di tahun 2022 hingga sekarang, berkembang menjadi 11 indikator.

“Sebelum itu, kami melihat ada proses penerimaan yang jadi kesadaran para pemerintah desa. Praktik penerimaan ini jadi penting, sehingga proses advokasi dan pendampingan juga jadi berdampak baik,” jelasnya, pada Rabu, 4 Juni 2025.

Menurut Suharto, praktik penerimaan difabel sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat yang mempunyai peran, hak dan kewajiban yang sama dengan yang lain. Dari proses penerimaan itu, pemerintah desa jadi terbuka dengan hal apapun. Seperti pengetahuan terkait difabilitas, hambatan yang dialami dan kebutuhan apa saja yang perlu diakomodir.

Adapun 11 indikator desa inklusif difabel adalah sebagai berikut: (1) Data Kependudukan Inklusif, (2) Sistem Informasi dan Komunikasi Publik Inklusif, (3) Kelembagaan Desa yang Inklusif, (4) Partisipasi Difabel (5) Kebijakan Desa yang Inklusif, (6) Anggaran yang Inklusif (7) Layanan Hak Dasar yang Inklusif, (8) Infrastruktur Ramah Difabel, (9) Sikap/Perilaku yang Inklusif, (10) Kesempatan Menjadi Aparatur Desa, (11) Kolaborasi Antar Pemangku Kepentingan.

Suharto melanjutkan, saat ini sudah ada beberapa kebijakan yang mendorong dan menguatkan 11 indikator tersebut bisa diaplikasikan di desa-desa yang selama ini belum mengarah ke Pembangunan desa inklusif difabel.

Andrey Ikhsan Lubis, Direktur Pengembangan Sosial Budaya dan Lingkungan Desa dan Perdesaan mengamini hal tersebut. Salah satunya adalah Kepmendesa PDTT No. 518/2024 yang didalamnya memuat sebagaimana 11 indikator desa inklusif yang digagas SIGAB yang mengatur beberapa aspek.

Pada aspek kelembagaan desa misal, tertera perlu adanya surat keputusan kepala desa terkait pembentukan kader desa inklusif dan terdapat minimal 50% keterlibatan kaum marjinal dan rentan sebagai kader desa inklusif. Pada aspek dokumen usulan kegiatan meliputi adanya forum diskusi penggalian usulan kegiatan desa inklusif dan tersedianya dokumen usulan kegiatan desa inklusif.

Pada aspek Keberlanjutan Desa Inklusif, kebijakan tersebut juga memasukkan perlu adanya Peraturan Desa yang mendukung keberlanjutan program/kegiatan kelompok marginal dan rentan di Desa. Tersedianya Dukungan Penganggaran bagi Keberlanjutan Desa Inklusif yang bersumber dari Supradesa, mulai dari Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Pusat dan kolaborasi dengan pihak ketiga.

“Di aspek pelaksanaan kegiatan desa inklusif, itu juga jelas di poin 4 bahwa terlaksananya kegiatan desa inklusif bagi kelompok difabel,” tuturnya.

Tubagus Achmad Choesni selaku Perencana Ahli Utama PPN/Bappenas mengapresiasi sekaligus menanggapi 11 indikator desa inklusif difabel. Menurutnya indikator tersebut menguatkan antara kebijakan yang berkaitan dengan praktik-praktik advokasi yang dilakukan SIGAB selama ini. Termasuk dalam proses perencanaan dan adanya partisipasi komunitas difabel beserta praktik monitoring dari apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam membangun desa inklusi.

“Saya dengar penjelasan 11 indikator, ini jadi dorongan untuk menjawab persoalan-persoalan yang kontra produktif dengan proses membangun desa inklusif,” imbuhnya.

 

Belajar dari Pemda Kab. Rote Ndao, Desa Palbapang dan Desa Jati Sarono

SIGAB Indonesia melalui dukungan Program SOLIDER-INKLUSI mendampingi dan mengembangkan 11 indikator desa inklusif difabel di 62 Desa/Kelurahan di 6 provinsi. Dari proses pendampingan, SIGAB mencatat ada inisiatif dan praktik baik yang dilakukan, baik oleh pemerintah daerah, pemerintah desa sampai pada kelompok difabel.

Maria Dolorosa Bri, Sekretaris Bappelitbangda Kab. Rote Ndao menceritakan salah satu inisiatif bersama yang muncul adalah adanya Peraturan Bupati Rote Ndao No 39 tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Desa/Kelurahan Inklusi. Selain itu, pada momen pergantian bupati, pihaknya bersama Garamin NTT mendorong adanya surat edaran tentang kewajiban adanya pelibatan difabel dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa.

“Dan salah satu hasil kemitraan dengan SOLIDER juga kita mendapatkan data yang spesifik terkait difabel, yang ini tentu membantu kami sebagai pemerintah. Dan yang mendata itu teman-teman difabel juga” katanya.

Selain di level Pemda, praktik baik juga muncul dari pemerintah desa. Purwanto, perwakilan pemerintah Desa Palbapang, kabupaten Bantul, menjelaskan saat ini pihaknya telah mengalokasikan anggaran sejak 2023 bagi kelompok difabel. Selain itu, ada beberapa pelatihan yang dilakukan melibatkan difabel yang harapannya dapat meningkatkan kompetensi.

“Ada juga pendataan dan peraturan kalurahan/desa tentang difabel, di tahun 2023. Dan yang terpenting pelibatan difabel di setiap musyawarah di desa,” imbuhnya.

Sedangkan di level kelompok difabel desa, Kurnia Asih Rahayu, ketua KDK Jatisarono, kabupaten Kulon Progo mengungkapkan ada praktik dan dampak baik yang mereka alami. Peran dan partisipasi berdampak pada peningkatan kapasitas baik secara individu maupun lingkungan di sekitar. Menurutnya praktik yang dijelaskan Purwanto di Desa Palbapang, juga terjadi di desanya.

“Selain kualitas hidup difabel menjadi lebih baik, perubahan lingkungan sosial di desa juga semakin baik,” terangnya.[]

 

Narahubung:

Tutik Margaretha: (Divisi Diskusi Tematik Temu Inklusi #6 2025) +62 895-3921-13606

Terima kasih telah meramaikan event Temu Inklusi..