Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, SIGAB Indonesia bersama organisasi masyarakat sipil di berbagai daerah telah merintis praktik Desa Inklusif. Inisiatif ini terbukti berdampak signifikan, mulai dari meningkatnya partisipasi difabel dalam proses pengambilan keputusan, menguatnya akses difabel dan kelompok rentan lainnya terhadap layanan dasar, hingga terwujudnya pemberdayaan ekonomi serta perencanaan pembangunan desa yang lebih responsif.

SIGAB Indonesia juga memperluas inisiatif ini ke 21 kelurahan, dan mendapatkan dukungan dari Kementerian Desa melalui beberapa kebijakan strategis, di antaranya: dimasukkannya kelompok difabel dan kelompok rentan lainnya dalam prioritas penggunaan dana desa, serta terbitnya Keputusan Menteri Desa Nomor 518  Tahun  2024 tentang Panduan Fasilitasi Desa Inklusif.

Namun, inisiatif ini baru menjangkau sekitar 200 desa dari lebih dari 70.000 desa yang ada di Indonesia. Angka tersebut masih sangat kecil untuk memberi dampak nasional. Tantangan yang mengemuka adalah bagaimana memperluas penerapan desa inklusif ke ribuan desa lain, serta bagaimana memperluas konsep ini dalam konteks kelurahan di wilayah perkotaan. Pertanyaan ini penting untuk dijawab bersama agar praktik baik desa inklusif dapat menjadi gerakan nasional yang berkelanjutan, terukur, dan berdampak lebih luas