Diskusi Tematik 6

Semangat Baru untuk Mewujudkan Indonesia Bebas Kusta

 

    • Introduction 

    Kusta merupakan penyakit menular kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Sekitar 200.000 kasus baru masih dilaporkan setiap tahunnya meskipun telah tersedia terapi kombinasi obat (MDT) (Hakcer et al., 2021). Penyakit kusta dapat mengakibatkan disabilitas apabila terlambat dalam pengobatan. Sekitar 7% dari 200.000 kasus kusta baru mengalami disabilitas tingkat dua, yaitu disabilitas yang tampak. Indonesia sendiri menjadi negara ketiga penyumbang jumlah kasus baru di dunia. Pada tahun 2019, dilaporkan 17.439 kasus kusta baru dengan proporsi kasus anak sebanyak 11,52%. Pada tahun 2022, jumlah kasus kusta yang dilaporkan sebanyak 15.298. Meskipun demikian, jumlah kasus baru tidak mengalami penurunan bermakna dalam 15 tahun terakhir (Budiawan et al., 2020; Kemenkes, 2022a).

     

    Kusta biasanya tidak mengakibatkan kematian, tetapi dapat menghambat kemampuan individu dalam menjalani hidup, mengikuti pendidikan dan meningkatkan produktivitasnya.  Kusta juga masih dianggap sebagai penyakit kutukan atau aib, sehingga menyebabkan stigmatisasi dan ketidakadilan sosial yang mengarah pada penurunan kualitas hidup (quality of life) dan fungsi sosial. Beberapa hal yang mempengaruhi tingginya angka pasien kusta yang berujung pada kondisi disabilitas seperti kurang maksimalnya fungsi pelayanan medik, lemahnya literasi medik kusta, dan kuatnya stigma sosial kusta. Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya penolakan dan pengasingan terhadap Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) di lingkungan sosialnya. Aspek lain yang juga banyak dikaji terkait kusta adalah penatalaksanaan penanganan kusta di tempat layanan Kesehatan dan petugas Kesehatan yang masih belum maksimal karena masih rendahnya pengetahuan.

     

    Upaya eliminasi kusta di Indonesia telah termuat dalam dokumen kebijakan dan dokumen rencana strategis. Rencana strategis Kementerian Kesehatan 2020-2024 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Kesehatan 2020-2024 memasukkan eliminasi kusta di tingkat kabupaten sebagai salah satu indikator penanganan penyakit tropis terabaikan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 tahun 2019 mengenai Penanggulangan Kusta telah mengatur kegiatan utama penanggulangan kusta. Akan tetapi, masih ditemukan berbagai permasalahan dalam pencegahan dan pengendalian kusta, seperti deteksi dini yang terbatas, pengobatan yang kurang efektif, kurangnya pemahaman, dan stigmatisasi pada penderita kusta. Stigma menyebabkan keterlambatan deteksi kasus dan pengobatan, sehingga penularan kusta terus berlangsung di masyarakat. Sekitar 50% penderita kusta bahkan juga mengalami depresi, gangguan kecemasan dan ingin bunuh diri (WHO, 2022; Saunderson dan Duck, 2022). 

     

    Oleh karena itu, Upaya-upaya dalam menghentikan stigma kusta dan meningkatkan inklusi social OYPMK menjadi penting dalam seluruh kegiatan penanggulangan kusta. NLR Indonesia mendorong pemenuhan hak-hak orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) dengan menggunakan pendekatan triple zero, yang salah satunya adalah zero exclusion untuk menghentikan stigma kusta dan meningkatkan “meaningful participation” orang yang pernah mengalami kusta. NLR Indonesia mendorong seluruh elemen masyarakat, organisasi penyandang disabilitas, organisasi masyarakat sipil, institusi pendidikan, serta pemerintah. Pelibatan berbagai sector dan pemangku kepentingan mutlak diperlukan dalam pengembangan sistem penjangkauan, deteksi dini dan rehabilitasi yang holistic. NLR Indonesia juga telah menginisiasi terbentuknya Konsorsium Pelita (Peduli Disabilitas dan Kusta) di Indonesia yang memiliki Visi Mewujudkan Indonesia Inklusi dan Bebas dari Kusta. Konsorsium PELITA saat ini terus melakukan upaya-upaya advokasi kepada penyedia layanan maupun pemangku kepentingan terkait di tingkat nasional untuk meningkatkan partisipasi OYPMK dan Penyandang Disabilitas melalui perwujudan lingkungan yang inklusif dan tanpa hambatan, dengan memaksimalkan peran dan komitmen pemerintah daerah dan nasional.

    • Objective

    Diskusi tematik ini bertujuan untuk:

    1. Meningkatkan pengetahuan dan sensitifitas masyarakat, pegiat disabilitas, organisasi masyarakat sipil, dan pemerintah tentang kusta dan konsekuensinya termasuk perkembangan penanganan kusta saat ini.
    2. Menyampaikan aspirasi dan pengalaman hidup melawan stigma kusta dari perspektif orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK)
    3. Memberikan kesempatan bagi kelompok difabel termasuk OPMK dan masyarakat umum untuk memberikan saran/ rekomendasi terhadap upaya-upaya penanggulangan kusta dan konsekuensinya di Indonesia

    • Hasil yang diharapkan

    Hasil yang diharapkan dari diskusi ini meliputi:

    1. Adanya pengetahuan yang benar tentang kusta dan konsekuensinya, termasuk kebijakan, tatalaksana pencegahan kusta dan upaya-upaya dalam penanggulangan kusta
    2. Adanya catatan tentang tantangan dan pembelajaran dalam penanggulangan kusta dan konsekuensinya di Indonesia 
    3. Adanya rekomendasi yang disampaikan kepada pemerintah pusat untuk mengeliminasi stigma kusta dan mewujudkan inklusi social orang yang pernah mengalami kusta

      1 Agustus 2023

      Narasumber:

      1. NLR Indonesia
      2. Khambali  – Koordinator Nasional  Konsorsium PELITA
      3. Ardiansyah –  Konsorsium PELITA

       

       

      Komplek Kampus Universitas Ibrahimy